"Kamu tau ? Aku selalu menanti momen bincang empat mata denganmu." , ungkap Pinkan Tapi..sepertinya momen itu tak akan pernah lagi tercipta, sebab Minke telah memilih untuk mencipta jarak dengannya. Entah apa yang akan dilakukan oleh Pinkan. Ia bimbang di antara dua pilihan, tetap memerjuangkan rasanya atau mengikhlaskan dan berupaya menghapus ? Dengan ikut mengambil jarak. Bukan tak berpendirian, keraguan Pinkan pun berdasar pada laku Minke yang tak jelas dan begitu random menuju PHP. Kadang ia seakan mengiyakan sangka Pinkan, tak jarang juga ia menunjukkan sikap seakan membantah sangka orang yang begitu menyayanginya dalam diam. "Tapi sepertinya semua telah berakhir. Tak ada lagi harap untuk terciptanya momen itu. Tak apa, mungkin ini yang terbaik." , Pinkan membatin. - Bersambung -------------- Depok, 22-10-20 FA
"Sering-sering main ya. Biar tau cucu-cucu.." ucap lirih Sang Kakek yang semakin menua saat Cucu dari alm. Abangda memohon pamit untuk pulang. ... Sore itu, ada tragedi lucu dengan beribu hikmah di dalamnya. Pertama, Niat baik harus dilakukan dengan persiapan yang baik jua. Adalah silaturahmi rencana yang telah disusun oleh tiga kakak beradik berdarah Minangkabau itu. Ketiganya, terdiri dari nomor 1, 2, dan bungsu nomor 5. Eh 3 dan 4 kemana ? Jaga markaz di Kota Sebelah. Bakda sholat ashar, ketiga kakak beradik beserta dua generasi nya pun bersiap meluncur. Taklimat dikeluarkan kepada dua generasinya untuk memesan kendaraan dalam jaringan. Ketika ingin memesan, sang generasi bertanya, "Dimana kah alamatnya ?" , Ibunya yang menempati posisi kakak pertama itupun menjawab dengan ragu, "Di masjid itu, way hui, perumahan bw." , sang anak pun menghela nafas, sebuah jawaban yang mungkin jika dilontarkan oleh sang teman akan dibalas dengan nyinyiran tegas un